Presiden Indonesia Joko Widodo berharap pertumbuhan investasi dan ekspor menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu disampaikan dalam pidato Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus 2021. “Struktur ekonomi kita yang selama ini lebih dari 55 persen dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga, harus terus kita alihkan menjadi lebih produktif dengan mendorong hilirisasi, investasi dan ekspor,” ungkap Presiden dikutip Senin (23/8/2021).
Optimisme ini sejalan dengan kinerja realisasi investasi yang tumbuh signifikan di bawah Kementerian Investasi. Sampai semester I 2021 tercatat realisasi investasi sebesar Rp 442 triliun, tumbuh 10 persen (year on year) dibandingkan periode sama tahun lalu. “Investasi tersebut menyerap lebih dari 620 ribu tenaga kerja Indonesia. Penambahan investasi di bulan bulan ke depan ini kita harapkan bisa memenuhi target Rp900 triliun, serta menciptakan lapangan kerja baru dan menggerakkan perekonomian,” kata Presiden.
Kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menyampaikan, pada semester I 2021 komponen belanja pemerintah tidak lagi menjadi satu satunya penopang pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang terjadi pada 2020. Sebab sejak awal 2021, bersama dengan ekspor, pertumbuhan positif komponen investasi ikut berperan secara signifikan dalam menopang pertumbuhan ekonomi. “Kalau dilihat 2020 hanya konsumsi pemerintah tumbuh positif, konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, impor semuanya overall negatif pada 2020. Namun saat masuk 2021, pada kuartal I, investasi sudah mendekati penguatan signifikan, ekspor sudah tumbuh positif,” terang Febrio.
“Artinya semua komponen sudah mulai menguat tumbuh signifikan, dan ini makin nyata pada kuartal II 2021 semua komponen tumbuh kuat,” jelas dia. Kepala Center of Industry Trade and Investement Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, langkah pemerintah meluncurkan OSS berbasis risiko memang tepat mengingat kendala saat memulai bisnis di Indonesia memang terkait perizinan. “EoDB Indonesia memang belum cukup baik, faktor yang menyebabkan kesulitan berusaha di Indonesia adalah saat memulai. Proses perizinan legal form yang sulit, waktu dan prosedur yang rumit, sampai urusan biaya. OSS berbasis risiko menurut saya mencoba menjawab masalah ini,” ujarnya